JAKARTA - Harga minyak dunia bergerak stabil di tengah dinamika kebijakan moneter global dan perkembangan hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.Pelaku pasar kini mencermati arah kebijakan suku bunga bank sentral utama dunia serta potensi dampaknya terhadap permintaan energi global.
Perdagangan pada Kamis, 30 Oktober 2025 menunjukkan bahwa pergerakan harga minyak masih berada di kisaran yang relatif tenang. Data dari Reuters pada Jumat, 31 Oktober 2025 mencatat harga Brent Crude naik tipis sebesar 0,1% menjadi US$65,00 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) juga menguat 0,1% menjadi US$60,57 per barel.
Kestabilan harga tersebut terjadi di tengah beragam sinyal ekonomi global, mulai dari keputusan suku bunga oleh bank sentral dunia hingga kesepakatan dagang antara Washington dan Beijing yang kembali menjadi sorotan pasar.
Fokus Pasar Beralih ke Kebijakan Moneter Global
Perhatian investor kini tertuju pada arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang baru saja memangkas suku bunga sesuai ekspektasi. Meskipun langkah itu sempat mendorong optimisme pasar, The Fed memberikan sinyal bahwa pemangkasan tersebut kemungkinan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
Penurunan suku bunga umumnya berdampak pada turunnya biaya pinjaman, yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi serta mendorong permintaan energi, termasuk minyak mentah. Namun, sinyal kehati-hatian The Fed menimbulkan keraguan di kalangan pelaku pasar mengenai laju pertumbuhan ekonomi global ke depan.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) memilih untuk mempertahankan suku bunga tanpa perubahan. Langkah tersebut menunjukkan bahwa bank sentral utama dunia cenderung berhati-hati di tengah tekanan inflasi yang mulai mereda.
Ekonomi zona euro tercatat tumbuh sedikit lebih cepat dari perkiraan pada kuartal ketiga, dengan kontribusi positif terutama dari Prancis dan Spanyol. Namun, pertumbuhan tersebut masih dianggap rapuh karena kinerja ekspor Eropa yang belum pulih sepenuhnya.
Hubungan Dagang AS–China Kembali Jadi Perhatian Pasar
Selain kebijakan suku bunga, pelaku pasar juga menyoroti hasil pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Pertemuan kedua pemimpin itu menghasilkan kesepakatan untuk menurunkan ketegangan dagang yang telah berlangsung lama.
Trump dikabarkan menyetujui penurunan tarif impor terhadap China, dengan tarif baru yang kini berada di kisaran 47%. Sebagai imbalannya, Beijing sepakat melanjutkan pembelian kedelai, menjaga kelancaran ekspor tanah jarang, serta memperketat pengawasan terhadap perdagangan ilegal fentanyl.
Analis dari PVM, Tamas Varga, menilai kesepakatan tersebut lebih merupakan langkah diplomatis untuk menenangkan pasar ketimbang perubahan struktural dalam hubungan ekonomi antara kedua negara.
“Pasar melihat kesepakatan tersebut lebih sebagai langkah meredakan ketegangan daripada perubahan struktural dalam hubungan antara kedua negara,” ujarnya.
Kesepakatan tersebut memberi sedikit dukungan terhadap sentimen pasar minyak, meskipun para analis menilai dampaknya terhadap permintaan global masih terbatas dalam jangka pendek.
Performa Perusahaan Energi Terpengaruh Harga Minyak
Di sisi korporasi, sejumlah raksasa energi global mulai melaporkan kinerja keuangannya untuk kuartal terbaru. Shell dan TotalEnergies melaporkan penurunan laba akibat harga minyak yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Meski demikian, Shell masih mampu melampaui ekspektasi pasar berkat hasil perdagangan yang kuat di divisi gas. Kondisi ini menunjukkan bahwa diversifikasi portofolio energi menjadi strategi penting di tengah fluktuasi harga minyak mentah.
Harga minyak yang stagnan selama beberapa pekan terakhir mencerminkan ketidakseimbangan antara faktor permintaan dan penawaran. Di satu sisi, ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat membatasi permintaan energi. Di sisi lain, produksi dari negara-negara anggota OPEC dan sekutunya tetap tinggi, menjaga pasokan global dalam kondisi berlimpah.
Dari kawasan Eropa, data menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Jerman tidak mengalami pertumbuhan pada kuartal ketiga. Kondisi stagnan tersebut menjadi tantangan besar bagi pemulihan ekonomi Eropa yang masih bergantung pada ekspor industri dan perdagangan global.
Ketidakpastian Global Jaga Harga Minyak Tetap Hati-hati
Stabilitas harga minyak pada perdagangan akhir Oktober mencerminkan sikap hati-hati pasar terhadap prospek ekonomi dunia. Investor masih menunggu kejelasan arah kebijakan moneter serta perkembangan lanjutan hubungan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Dengan berbagai faktor yang memengaruhi pasar — mulai dari pergerakan suku bunga, kinerja ekonomi global, hingga kebijakan dagang — harga minyak diperkirakan akan tetap berada dalam rentang terbatas dalam waktu dekat.
Meskipun demikian, sebagian analis memperkirakan bahwa bila kebijakan moneter global mulai longgar dan kesepakatan dagang AS–China terus berlanjut secara konstruktif, permintaan minyak dapat meningkat secara bertahap.
Untuk saat ini, stabilitas harga minyak dianggap sebagai cerminan dari keseimbangan pasar yang rapuh, di mana setiap perubahan kecil dalam kebijakan ekonomi atau geopolitik bisa segera mengguncang harga.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                   
                
             
                                                      
                                                   